Jumat, 16 April 2010

gangguan belajar pada anak

Gangguan Belajar
DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html

gangguan belajar pada anak

Gangguan Belajar
DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html

disgrafia

Disgrafia, Lebih Banyak Terjadi pada Anak Laki-Laki
BERITA - gaya-hidup.infogue.com - GANGGUAN baca-tulis atau yang juga dikenal dengan disgrafia mencakup masalah menulis, mengeja dan menyusun kerangka berpikir saat pelajaran mengarang. Hal ini terjadi manakala keterampilan menulis anak jauh di bawah standar umur dan skor IQ-nya.

Sebuah penelitian di Amerika melaporkan, kasus kesulitan belajar yang terkait ketidakmampuan menulis (disgrafia) lebih banyak ditemui pada anak laki-laki. Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti disleksia yang telah banyak diteliti, penelitian tentang kesulitan menulis masih sangat minim, sehingga angka kasusnya juga tidak jelas.

Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5700 anak, diketahui bahwa sekitar 7-15 persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk di bangku sekolah. Persentase ini bervariasi, tergantung kriteria yang dipakai untuk mendiagnosis masalah ini.

Anak laki-laki kecenderungannya 2-3 kali lebih berisiko terdiagnosis ketidakmampuan membaca dibanding anak wanita, apa pun jenis kriteria diagnosis yang dipakai.

Demikian dituliskan Dr Slavica K Katusic dan koleganya dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, pada laporan yang dimuat dalam jurnal Pediatrics. Hasilnya mengindikasikan bahwa kasus gangguan menulis sama lazimnya dengan kesulitan membaca.

Jika umumnya anak-anak dengan gangguan menulis juga mengalami kesulitan membaca, maka sekitar seperempatnya hanya mengalami gangguan menulis.

"Fakta bahwa kasus pada anak pria lebih sering terkena berdasarkan penelitian yang lampau dikarenakan anak wanita secara umum tampil lebih baik dalam tulisan tangan dan ekspresi tertulis," ujar Katusic.

Penelitian lanjutan diperlukan untuk menggali lebih jauh perbedaan kasus terkait gender tersebut, termasuk kemungkinan pengaruh genetik dan lingkungan.
http://gaya-hidup.infogue.com/disgrafia_lebih_banyak_terjadi_pada_anak_laki_laki

kesulitan belajar berbicara

Mengapa Anak Mengalami Kesulitan Belajar Bicara

Dalam periode 24 tahun (Tahun 1971 sampai dengan 1995) Dr. James MacDonnald bekerja di Ohio State University, mendalami masalah Keterlambatan Bicara pada Anak. Sebagai seorang ahli Patologi Bahasa dan Wicara, ia melatih para terapis wicara dan orangtua untuk menjadi ‘rekan’ bicara dari anak-anak. Intinya, ia ingin mengajarkan orang dewasa untuk tidak mendominasi pembicaraan dan menjadikan anak sebagai ‘obyek’ dalam suatu pembicaraan. Sejak pensiun di tahun 1995, Jim mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk memimpin “Communicating Partners Center”. Ia telah membuat banyak tulisan mengenai Keterlambatan Bicara, sekaligus juga membuka forum diskusi “Communicating” di internet.

Di bawah ini adalah salah satu tulisannya yang merupakan analisa / hasil penelitian atas ribuan anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan verbal /bicara-nya. Yang penting untuk diingat dalam membaca tulisan-tulisan Jim adalah bahwa komunikasi berarti kemampuan bicara DAN mendengar yang berlangsung DUA ARAH.

Mengapa Anak Mengalami Kesulitan dalam Belajar Berbicara

Ini hanyalah sedikit dari sekian banyak masalah yang kami temui:

Keterbatasan Dalam Pendengaran

Seringkali ditemui kondisi medis sementara maupun kerusakan permanen dalam pendengaran anak

Perkembangan Otot Yang Lambat

Beberapa anak mengalami kesulitan melakukan gerakan mulut/rahang cepat untuk mengkombinasikan dan mengkoordinasikan apa yang ingin mereka katakan dengan suara & bahasa yang harus mulut mereka hasilkan

Kelambanan Dalam Mengerti Bahasa Orang Dewasa

Tidak mudah bagi anak untuk memproses panjang (dan cepat)-nya informasi yang di-’ekspos’ oleh orang dewasa melalui bahasa ‘rumit’ yang mereka pakai

Sedikitnya Latihan Dalam Berinteraksi Dengan Orang Lain

Anak kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain guna melatih kemampuan komunikasi mereka

Peran yang Terlalu Pasif dalam Kehidupan Sosial

Kebanyakan anak lebih sering ditempatkan dalam posisi “menerima” dan tidak “memberi” dalam hubungannya dengan orang lain.Hal ini mengakibatkan tidak terbiasanya mereka berpartisipasi secara aktif; hal yang dibutuhkan dalam perkembangan bicara mereka

Cara Komunikasi “Kuno” Sudah Terlalu Nyaman Dipakai

Beberapa anak, khususnya dalam hubungan di dalam keluarganya, terbiasa dengan nyaman berkomunikasi menggunakan gerakan,bahasa tubuh maupun bunyi-bunyian saja. Hal ini boleh jadi merupakan cara komunikasi yang efektif di dalam rumah, namun tidak dalam lingkup masyaarakat, di mana anak butuh menggunakan bahasa secara verbal sampai ke tingkat kata-kata yang rumit

Orang Dewasa Tidak Menganggap Anak Mampu

Banyak orang dewasa tidak melibatkan anak dalam berkomunikasi, karena memiliki pemikiran bahwa anak tersebut belum mampu berpartisipasi aktif ataupun mengerti pembicaraan yang berlangsung.

Orang Dewasa Bicara Atas Nama Mereka

Seringkali orang dewasa bicara atas nama anak, sehingga mereka kelihatan tidak berbicara

Tidak Cukup Waktu Untuk Berbicara

Sering terjadi bahwa dalam suatu proses komunikasi, orang dewasa tidak menunggu cukup lama guna memberi kesempatan pada anak untuk merespon. Kebanyakan anak bersikap pasif dalam berkomunikasi, sepertinya mereka mengerti bahwa mereka tidak akan diberi kesempatan untuk bicara.

Terlalu Banyak Rangsangan

Sekalipun untuk niat dan tujuan yang baik, seringkali anak di’jejali’ dengan terlalu banyak bahasa, sehingga mereka kewalahan. Rasanya seperti anak yang sedang belajar menangkap bola, lalu dilempari beberapa bola sekaligus.

Terlalu Banyak Bahasa “Sekolah”; Kurang Bahasa Yang “Komunikatif”

Kebanyakan anak pada awal usianya diajarkan bahasa yang mencakup ‘warna’, ‘angka’, yang sebetulnya tidak terlalu bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari. Anak membutuhkan rangsangan bahasa yang sifatnya praktis; mencakup kosa kata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, karena mereka akan melatih kemampuan berbahasanya melalui kehidupan sehari-hari.

Terlalu Banyak Bahasa “Pertujukan”; Kurang “Obrolan” Sosial

Kebanyakan anak menggunakan bahasa untuk menunjukkan kemampuannya meniru sesuatu kepada orang dewasa; apakah itu sajak pendek, syair lagu, mengulang cerita yang didongengkan kepada mereka, dll. Hanya sedikit yang mendapatkan kesempatan untuk ‘ngobrol’ dan bertanya jawab secara santai, sehingga terbangun hubungan ‘pertemanan’ dengan orang yang berkomunikasi dengan mereka.

Terlalu Banyak Bermain Sendirian

Tentunya anak belajar banyak melalui permainannya dengan boneka, robot atau mainan lainnya. Namun untuk melatih kemampuan nya berkomunikasi, ia akan membutuhkan juga manusia yang melakukan pembicaraan timbal balik sesuai dengan kemampuan si anak.

http://viozaax.wordpress.com/2006/05/01/mengapa-anak-mengalami-kesulitan-belajar-bicara/

DISLEKSIA

Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. SAAT anak memasuki jenjang sekolah dasar merupakan salah satu momen istimewa bagi anak itu sendiri juga orang tuanya. Sistem belajar yang sudah mulai "serius" membawa kita pada nuansa berbeda saat anak lepas dari taman kanak-ka- nak dan memasuki dunia barunya di sekolah dasar.

Seiring dengan itu, sebagian orang tua dan guru mendapatkan beberapa masalah terjadi pada anak muridnya, baik itu masalah interaksi sosial maupun kemandirian. Anak ma- sih mengalami periode transisi dari keadaan di taman kanak-kanak yang banyak didampingi, ke sekolah dasar yang lebih mandiri. Masalah kesulitan belajar pun sering dialami anak-anak. Sejauh mana kesulitan belajar pada anak-anak harus kita cermati dan bagaimana intervensinya agar ndak menimbulkan masalah yang lebih besar kelak? Apakah ini yang disebut sebagai dys-lexia atau kesulitan belajar spesifik? Mari kita simak penjabaran di bawah ini.

Tak sama Istilah "kesulitan belajar" secara umum diterapkan pada keadaan ketika kesulitan belajar yang ditemui disandang oleh individu yang memang mengalami gangguan neurolo-gis/gangguan perkembangan seperti autis, tunagrahita, down syndrome, gangguan dengan berat, gangguan penglihatan berat, cerebral palsy, dan sindrom-sindrom lainnya.

Kesulitan belajar terjadi pada individu dengan tingkat intelegensi yang memang di bawah rata-rata sehingga sesungguhnya kesulitan tersebut merupakan hal yang "wajar" dan sudah dapat diprediksikan sebelumnya. Anak-anak yang tergolong mengalami kesulitan belajar sebaiknya dicermati dengan saksama dan dicari gangguan perkembangan yang mendasarinya serta perlu dipastikan tingkat kognisi-nya agar kita dapat menentukan kurikulum pendidikan yang pas untuknya.

Terminologi lain yang sering tertu-kar pengertiannya dengan "kesulitan belajar" adalah "kesulitan belajar spesifik" atau dikenal sebagai dyslexia. Dyslexia berasal dari bahasa Greek yaitu dys berarti kesulitan dan lexis yang berarti bahasa. Dengan demikian, dyslexia bermakna sebagai kesulitan belajar spesifik berupa kesulitan membaca, mengeja, dan menulis yang tidak sebandingdengan tingkat intelegensi anak. Disleksia justru terjadi pada anak yang mempunyai riwayat perkembangan normal dan tingkat kecerdasan yang normal, bahkan di atas rata-rata.

Disleksia terjadi karena adanya perbedaan cara pengolahan input baha-sa/simbol pada otak penyandang disleksia dibandingkan dengan otak anak yang bukan penyandang disleksia. Hal ini berakibat individu penyandang disleksia melakukan proses pembelajaran yang berbeda dari individu lainnya yang tidak disleksia.

Penelitian terkini membuktikan bahwa disleksia merupakan suatu keradaan yang diturunkan (bersifat here-diter) dan terdapat faktor gen tertentu yang bertanggungjawab atas terjadinya keadaan ini. Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. Anak juga kerap menunjukkan sikap tidak bisa duduk tenang saat mengikuti pelajaran, duduk selonjoran atau bertumpu pada tangan, grasa-grusu sehingga menjatuhkan pensil atau buku yang ada di mejanya.

Disleksia tidak diakibatkan karena suatu kebodohan dan tidak disebabkan oleh latar belakang sosial ekonomi keluarga yang buruk atau oleh paparan membaca yang kurang ataupun karena anak kurang motivasi belajar. Penyandang disleksia juga biasanya mempunyai talenta khusus yang istimewa di bidang-bidang tertentu. Individu de-
wasa penyandang disleksia yang dikenal luas berprestasi gemilang di antaranya adalah Leonardo da Vinci, Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan mantan PM Singapura Mr. Lee Kwan Yew.

Remediasi

Penyandang disleksia membutuhkan remediasi intensif pada aspek baca tulis hitung yang menjadi area "kelemahannya" dengan teknik multisensoris. Artinya, dalam proses belajar dibantu dengan dukungan visual (gambar), au-ditori (suara, lagu), dan kinestetik (gerakan, tekstur). Selain itu, sekolah dapat melakukan berbagai akomodasi seperti memberikan kertas kerja yang ukuran hurufhya lebih.besar dan jarak antarbarisnya lebih jarang. Anak-anak ini juga mungkin perlu didampingi saat menerima instruksi verbal karena sering salah menyimak sehingga salah mengerjakan instruksi. Pada beberapa keadaan, guru dapat mengubah tes tulis menjadi tes lisan atau menambah waktu yang dibutuhkan pada ujian tulis yang diberikan.

Penelitian terkini membuktikan, penyandang disleksia dapat "mengatasi" kesulitan belajarnya dengan lebih baik jika kesulitan belajar ini dikenali dan diintervensi lebih dini. Artinya, para guru dan orang tua serta profesional terkait (dokter anak, psikolog, ortho-pedagog, dll.) membutuhkan keterampilan tambahan untuk dapat mengenali disleksia secara dini dan melakukan intervensi yang komprehensif bagi mereka, bahkan di usia sebelum memasuki sekolah dasar. (Dr. Kristiantini Dewi, SpA., Indigrow, Asosiasi Disleksia Indonesia)
http://bataviase.co.id/node/155495

terapi musik untuk kesulitan belajar

Terapi musik adalah salah satu dari program rehabilitasi untuk pengembangan keterampilan yang dilaksanakan terhadap seseorang (anak). Bisa saja si anak sudah menguasai atau belum sama sekali. Program-program yang dimaksud adalah snoezellen. Dalam prosesnya, seorang anak akan dibantu oleh seorang (atau lebih) profesional agar mencapai hasil seperti yang diharapkan.


Snoezellen berasal dari kata snuffelen (to sniff/aktif/eksplorasi). Karena itu, bisa diartikan sebagai suatu aktivitas yang mempengaruhi CNS, central nervous system, melalui media stimulasi pada area visual, auditori, tacticle (sentuhan), taste (rasa/pengecapan), dan pemahaman sikap tubuh pada sistem vestibular (keseimbangan) dan proprioception (gerakan persendian) untuk relaksasi atau aktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup.

Anak saya sulit berkonsentrasi!, kata seorang ibu di ruang tunggu sebuah treatment centre di bilangan Kebayoran Baru.

Setelah dilakukan observasi dan assesment secara terpadu oleh sekelompok profesional (dokter anak, psikolog, psikiater anak dan terapis) ternyata, anaknya disarankan melaksanakan beberapa macam terapi. Salah satunya terapi musik!

Apalagi kalau sedang marah, diganggu kakaknya misalnya, masih cerita ibu tadi, suasana hatinya sepanjang hari akan kacau berkepanjangan, uring-uringan, tak bisa mengontrol emosinya. Bahkan tak jarang menampakkan dampak yang buruk. Ia bisa kencing di celana tanpa sadar. Karena itu, anak semakin rendah diri.

Sebenarnya, terapi musik khususnya snoezellen tidak hanya sebatas pada stimulasi. Namun juga pada aktivitas ataupun permainan yang mengarah pada kesenangan.
Manfaat yang bisa diperoleh antara lain adalah:

  • Memberi kesempatan untuk relaksasi, berekspresi dan eksplorasi
  • Memperkenalkan stimulasi dasar pada anak yang mengalami gangguan perkembangan
  • Berlatih dan belajar tentang kewaspadaan/kesadaran pada kenyataan dunia dengan cara melatih perhatiannya.
  • Membangun rasa saling percaya antara anak, guru, terapisnya yang pada gilirannya nanti bisa memperluas dan mampu bersosialisasi dengan baik tanpa harus rendah diri.

Daya kekuatan musik barangkali lebih dramatis dari apa yang ditunjukkan oleh penelitian Dr. Alfred Tomatis, MD peletak dasar teori terapi musik gebrakan besar dalam daya kreatif dan penyembuhan oleh suara dan musik pada umumnya dan efek Mozart pada khususnya!î

Sebagai orang pertama yang memahami fisiologi yang membedakan antara ëmendengarkaní (listening) dan ëmendengarkaní (hearing), Alfred Tomatis menciptakan model tentang pertumbuhan telingan dan perkembangannya dengan meninjau cara kerja sistem vestibular atau kemampuan untuk memberikan keseimbangan dan mengatur gerakan otot-otot internal.
Karena itu, musik diyakini mampu menghibur jiwa, membangkitkan semangat serta menjernihkan pikiran dan mampu mengusir kesedihan.

Musik Mozart niscaya mempengaruhi yang mendengarkan bahkan sangat mungkin bisa memperbaiki persepsi spasial dan mampu memperjelas bentuk komunikasi yang dikehendaki oleh hati maupun pikiran. Irama, melodi dan frekuensi (tingggi) Mozart mampu merangsang dan menjangkau wilayah-wilayah kreatif dan memotivasi otak. Begitu murni dan sederhana. Transparansi, lekuk-lekuk dan irama di dalam ruangan terbuka dalam mengubah dan menjelajah jiwa (soul). Kekuatan musik Mozart sangat beragam, tergantung gubahannya, pemusiknya, pendengarnya, sikap tubuh saat mendengarkan dan banyak faktor lagi.

Bisa dimaklumi, konon saat Mozart masih dalam kandungan, setiap hari ia ëwajibí mendengar musik terutama permainan biola ayahnya. Mungkin, tanpa disadari semua itu meningkatkan perkembangan neurologisnya serta membangkitkan irama-irama kosmik dalam rahim ibunya.

Selain darah musik yang kental di tubuh Mozart ñ ayahnya seorang pemimpin orkes, ibunya anak seorang musisi - adalah suasana musikal semenjak kecil di lingkungannya membuat Mozart ëmatangí di dunia musik.

Usia 12, tanpa kenal lelah Mozart bekerja dalam dunianya, dunia musik. Tak kurang 17 opera, 41 simfoni, 27 konserto untuk piano dan musik-musik untuk organ, klarinet dan alat musik lain diselesaikan dengan sangat bagus. Sampai akhir hayatnya, Mozart telah melahirkan tak kuran 626 gubahan besar. Karya-karyanya selalu diwarnai nuansa damai, tak pernah ada gejolak.

Orang seringkali mendengarkan musik hanya sambil lalu, tanpa menyadari pengaruhnya. Padahal musik sangat (bisa) merangsang dan menghanyutkan jiwa atau biasa-biasa saja atau bahkan terlalu invasive. Yang jelas, musik sangat bisa mempengaruhi fisik maupun mental. Untuk bisa mengatakan bahwa musik mampu ëberperaní bagi kehidupan manusia kita harus meninjau lebih dalam apa sesungguhnya yang bisa kita peroleh dari musik.

Sungguh terapi musik bisa diandalkan demi tujuan-tujuan tersebut di atas.
Berikut manfaat dari program terapi musik:

  • Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
  • Mampu memperlambat dan menyeimbangkan gelombang dalam otak
  • Mempengaruhi pernafasan
  • Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia
  • Bisa mengurangi ketegangan otot dan pemperbaiki gerak dan koordinasi tubuh
  • Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia
  • Bisa meningkatkan endorfin
  • Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stress)
  • Mengubah persepsi tentang ruang dan waktu
  • Bisa memperkuat memori dan kemampuan akademik
  • Bisa merangsang pencernaan
  • Bisa meningkatkan daya tahan tubuh manusia
  • Bisa meningkatkan penerimaan secara tak sadar terhadap simbolisme
  • Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera
  • Bisa mengurangi rasa sakit
  • Barangkali masih banyak yang bisa dilakukan oleh musik sebagai terapi
http://www.kesulitanbelajar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=2

mengatasi kesulitan belajar pada anak

Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak PDF Print E-mail
Written by Helex Wirawan
Monday, 23 February 2009 04:01

Pendahuluan

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.

Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.

Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.

Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.

Definisi Kesulitan Belajar


Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

Jenis Kesulitan Belajar


Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :


Dilihat dari jenis kesulitan belajar :
ada yang berat
ada yang sedang


Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :
ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan
ada yang keseluruhan bidang studi.


Dilihat dari sifat kesulitannya :
ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
ada yang sifatnya hanya sementara


Dilihat dari segi factor penyebabnya :
ada yang Karena factor intelligensi, dan
ada yang karena factor bukan intelligensi

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Mengatasi Kesulitan Belajar


Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
Mengabaikan tanda baca.

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia


Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.


Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.


Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.


Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.


Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.


Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.


Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.


Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.


Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)


Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia


Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.

Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).

Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

Melakukan tes secara lisan
Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)


Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :

membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.


kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.


kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.


ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.


kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.

Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia


Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

Penutup


Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.

http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG PADA ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN MELALUI PEMBELAJARAN MEDIA GRAFIS

Permasalahan yang dihadapi oleh D adalah retardasi mental ringan khususnya mengalami kesulitan berhitung seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Kemampuan berhitung D belum sebagaimana anak seusianya. D juga mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, mudah lupa terutama ingatan jangka pendeknya, mempunyai motivasi yang rendah, kesulitan dalam berkonsentrasi, dan kurang percaya diri atau camas.

Informasi ini digali lebih mendalam melalui berbagai metode assesmen yaitu observasi, wawancara, tes formal, dan tes informal. Dari hasil assesmen ada beberapa faktor yang mempengaruhi bahwa D tergolong anak retardasi mental ringan yang mempunyai permasalahan dalam kemampuan berhitung adalah factor dari masalah pada kelahiran (perinatal) yaitu bayi yang susah keluar dari rahim ibu sehingga sempat dilakukan vacuum supaya bayi mau keluar. Pada saat ibu mengandung D, ibu juga rempunyai kebiasaan dalam merokok. Pada masa perkembangan, pada usia 1 tahun 1 bulan D sudah bisa berjalan namun pada saat belajar berjalan sering jatuh dan membentur kepala bagian belakang dan pada usia 3 tahun D juga pernah menderita panas tinggi (step) sehingga diopname selama 1 bulan. Faktor social yang turut mempengaruhi adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua terutama ibu sehingga D kurang bersemangat dalam belajar dan kurang percaya diri dalam melakukan sesuatu.

Berdasarkan hasil assesmen, maka dicari alternatif intervensi yang bisa digunakan, salah satunya adalah menggunakan media pembelajaran yaitu media grafis. Media grafis yang dipakai adalah menggunakan garis bilangan dan dengan cara sekatan. Rancangan intervensi ini bertujuan untuk meningkatakan kemampuan berhitung dasar yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, melatih konsentrasi, dan juga meningkatkan ingatan jangka pendek.

Hasil dari intervensi menunjukkan ada peningkatan kemampuan berhitung D yaitu pada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, meskipun peningkatan tersebut belum mencapai seluruh tujuan yang ditetapkan dalam pembuatan rancangan intervensi. Namun penulis optimis bahwa masalah D dapat teratasi, karena ia menunjukkan motivasi yang besar dan sikap yang kooperatif selama mengikuti latihan.
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s2-2010-brinnaokta-11380&PHPSESSID=c4ebe867390991278f3a1709fd53644e

disgrafia pada anak

KabarIndonesia -- Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak.

Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah.

Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis walaupun hanya sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah, kegiatan menulis merupakan hal yang menyenangkan karena mereka menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik dari gurunya.

Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari:

  1. Scribble stage. Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat bentuk, huruf yang dapat dikenali.

  2. Linear repetitive stage. Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horisontal, dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan dengan kata yang pendek.

  3. Random letter stage. Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.

  4. Letter name writing, phonetic writing. Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan namanya saja, atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari "buku".

  5. Transitional spelling. Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan benar, seperti kata "buku", namun masih sering salah menuliskan kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi yang terdengar, seperti hari "sabtu" tidak ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca.

  6. Conventional spelling.

    Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.

Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap terakhir, yaitu "conventional spelling". Selain telah dapat menulis dengan huruf dan ejaan yang benar, anak pada usia kelas dua SD telah memerhatikan aspek penampilan visual mereka.

Beberapa anak mengalami gangguan dalam menulis. Kesulitan menulis ini disebut "disgrafia". Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan disgrafia, di antaranya adalah:

  1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya;
  2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur;
  3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional;
  4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan;
  5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap -- caranya memegang alat tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas;
  6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis;
  7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional; dan
  8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga asumsi, yaitu:

  1. kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu;
  2. kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi aktivitas mental; dan
  3. kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial budaya.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar sebagai berikut.

  1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range) antara level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika tanpa bimbingan, hingga level tertinggi, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan.
  2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan.
  3. Language and thought.

Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk membantu anak yang mengalami disgrafia.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:
    1. masalah penggunaan huruf kapital,
    2. ketidakkonsistenan bentuk huruf,
    3. alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan
    4. ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.
  2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.
    1. ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.
    2. ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.
    3. ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.
    4. ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.
  3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.
    1. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru.
    2. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka.
    3. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.
    4. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.
    5. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan.
    6. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.
    7. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.
    8. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
    9. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.
    10. Mengevaluasi pekerjaan anak.
http://lead.sabda.org/disgrafia_pada_anak_yang_kesulitan_menulis_dan_solusinya

disleksia pad anak

Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.

Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.


Deteksi dini disleksia pada anak

Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik.

Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia.

Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.

Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami gangguan kepercayaan diri.

Penilaian membaca

Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.

Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).

Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak membaca yang sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia. Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia biasanya normal.

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca.

http://www.balita-anda.com/pendidikan-anak/395-disleksia-pada-anak.html

gangguan konsentrasi belajar

Gangguan konsentrasi berhubungan dengan kemampuan anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi,kemampuan yang berkembang seiring dengan perkembangan anak. Anak yang sangat terganggu konsentrasinya mengalami kesulitan untuk memfokuskan konsentrasinya,perhatiannya dan menyelesaikan tugas secara terus menerus. Mereka sering lupa instruksi-instruksi, kehilangan barang-barang dan tidak mendengarkan orang tua dan gurunya.

Mereka mungkin melamun di kelas dan kelihatan gelisah.Perilaku seperti ini tentunya menyulitkan orang tua dan guru.Tapi ingatlah bahwa bisa saja itu adalah karakter bawaannya. Dalam hal ini, adakan kontak mata dan berikan perintah atau instruksi dalam bahasa yang sederhana dan ringkas. Beri waktu jeda dalam mengerjakan PR,tugas rumah atau permainan untuk membantu anak memperoleh energi berkonsentrasi.

Sikap anak yang tidak memperhatikan bisa jadi disebabkan oleh situasi atau kekhawatiran tertentu.Semua anak bisa terlihat terganggu untuk alasan sekecil apapun. Misalnya; Orang Tuanya baru saja bertengkar, Orang tua kabur, suasana kelas/belajar gaduh, anak duduk dengan teman yang suka mengganggu, dsb.

Apabila anak atau siswa mengalami tanda-tanda seperti diatas dapat dicoba beberapa cara antara lain sebagai berikut :

1. Jika seorang anak dulunya tidak mempunyai masalah konsentrasi sekarang terlihat gelisah, sangat mungkin ada penyebab khusus dari ketergangguannya. Bicaralah padanya dengan cara yang simpatik dan tidak menuduh untuk mengetahui apa yang mengganggunya.

2. Jika Ia bersikeras tidak ada yang masalah, tanyalah dokter anak. Mungkin ada kegelisahan psikologis. Sesuatu seperti virus biasa, bisa menjadikan anak kaku dan mengganggu daya konsentrasinya. Atau bisa jadi anak mengalami masalah pendengaran yang tidak terdeteksi, sehingga kegiatan mendengar membuatnya putus asa.

3. Kemungkinan lain bagi anak yang sangat mudah terganggu adalah menderita kekurangan daya konsentrasi. Bantulah kekurangannya ini dengan memberikan aktivitas dan memperhatikan/mengontrol lebih khusus. Misal;memanggil namanya apabila dia diam atau asyik sendiri.

http://primagamameruya.wordpress.com/2008/11/20/gangguan-konsentrasi-belajar-pada-anak/

Selasa, 06 April 2010

Dampak Virtual Worlds bagi Pertumbuhan Anak

Maraknya pertumbuhan teknologi di virtual worlds kini bukan hanya konsumsi orang dewasa saja. Tidak dapat dipungkiri bahwa kini anak-anak kecil pun mulai dapat mengikuti perkembangan dunia maya ini melalui berbagai macam game yang terus saja berkembang dan semakin memikat mereka untuk terus memainkannya. Namun dampak dari permainan yang mereka geluti di dunia maya ini mungkin selama ini belum banyak menjadi pemikiran masyarakat luas.

Menurut sebuah diskusi grup dan penelitian pada hari Rabu (14/11) di University of Southern California yang membicarakan mengenai dampak virtual worlds pada anak-anak akhir-akhir ini, para peneliti mengakui telah lalai dengan mengabaikan dampak berbagai macam permainan ini bagi anak-anak. Namun MacArthur Foundation, sponsor dari diskusi panel ini, telah menghabiskan biaya jutaan dollar untuk melakukan penelitian untuk beberapa tahun yang akan datang guna meneliti dampak virtual worlds ini bagi anak-anak.

Dough Thomas, seorang professor dari USC's Annenberg School of Communication, mengatakan bahwa dalam banyak kasus, anak-anak telah diperkenalkan sejak dini pada teknologi yang mengajarkan kepada mereka bagaimana menjadi warga negara yang baik serta bagaimana memilih keahlian yang mereka butuhkan untuk hidup di masa mendatang. Lebih lanjut Thomas mengatakan, “Sebagai orang tua, saya tidak akan mengkhawatirkan tentang hal-hal kecil dalam permainan seperti online predator atau kekerasan didalamnya. Tetapi saya akan lebih mengkhawatirkan tentang bagaimana cara konsumsi dan gaya konsumsi diterapkan dalam sebuah permainan. Karena dalam virtual world ini, anak-anak diajarkan bahwa untuk menjadi warga negara yang baik haruslah memiliki barang-barang dan asesoris yang tepat, yang kesemuanya itu tentunya juga harus dibeli secara online”.

Namun di tengah berkembangnya game yang menciptakan virtual worlds bagi anak-anak ini, ternyata masih ada sedikit kepedulian yang ditunjukkan oleh beberapa vendor pembuat game dengan adanya education virtual worlds. Lebih lanjut jenis virtual worlds ini memang ditujukan untuk tujuan edukasi, dimana Modern Prometheus ini mengajarkan pada anak untuk belajar etika dan mengambil keputusan. Dalam game ini anak-anak dilibatkan dalam sebuah skenario di mana mereka harus membuat keputusan-keputusan strategis yang menyangkut etis dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Lebih lanjut Thomas menambahkan, “Pengetahuan memang berubah, dan pengetahuan merupakan serangkaian fakta yang terjadi. Sekarang sudah bukan lagi masalah ‘apa’ atau ‘dimana’, bagi anak-anak untuk belajar informasi. Namun kini yang lebih penting adalah bagaimana anak-anak ini mampu beradaptasi dengan perubahan.” Sebagai orang tua kini sudah bukan waktunya lagi untuk mengkhawatirkan game apa yang dimainkan oleh anak kita, namun kita perlu khawatir jika anak kita tidak dapat bermain game, karena hal tersebut merupakan pertanda mereka tidak mampu beradaptasi mengikuti perkembangan yang ada.http://www.beritanet.com/Education/dampak-virtual-worlds-1.html