Senin, 07 Juni 2010

berbagai macam kecemasan

Ada enam bentuk gangguan kecemasan yang bisa muncul, dan masing-masing harus ditangani dengan terapi yang berbeda-beda.

Generalized Anxiety Disorder
Ciri-ciri umumnya sih sebenernya sama kayak cemas biasa. Yang bikin beda adalah, penderita generalized anxiety disorder cemasnya terus menerus. Hampir sepanjang hari dia habiskan untuk mencemaskan hal-hal yang sebenarnya nggak perlu. Akibatnya, dia jadi nggak bisa menjalankan hidup dengan normal. Boro-boro mau mikirin pelajaran, tiap saat otaknya selalu dipenuhi pikiran-pikiran buruk yang bikin dia selalu khawatir.
Social Anxiety Disorder
Disebut juga social phobia, orang yang mengidap gangguan ini bakal ngerasa takut banget kalo harus berinteraksi dengan orang lain. Dia takut dicap buruk oleh orang lain dan dipermalukan di depan umum. So, dia lebih memilih menghindar dari lingkungannya.
Post-traumatic Stress Disorder
Ini adalah gangguan kecemasan yang muncul gara-gara seseorang baru mengalami sebuah peristiwa yang traumatis.
Panic Disorder
Lagi nggak ngapa-ngapain, tiba-tiba aja lo kena “serangan”. Dada berdegup kencang, kepala pusing, mata berkunang-kunang, nafas jadi sesak, dan merasa seperti mau mati atau mau gila. Itu namanya panic attack. Kalo serangan ini terjadi berulang-ulang, namanya panic disorder.
Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
Penderita OCD biasanya ngerasa harus melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas, dan nggak bisa dikontrol. Misalnya, belasan kali mengecek apakah lampu kamar udah dimatikan atau belum. Atau mencuci tangan berkali-kali, dan merapikan semua buku di rak supaya sejajar.
Phobia
Rasa takut yang berlebihan terhadap hal-hal yang nggak perlu ditakuti

sumber : http://www.untukku.com/berita-untukku/berita-kesehatan-dan-kecantikan/berbagai-macam-kecemasan-untukku.html

gangguan kecemasan pada anak

Bermain dapat Mengatasi Kecemasan pada Anak

LEPAS dari lingkungan rumah untuk pertama kalinya, misalnya saat anak pertama kali menjalani pendidikan di taman kanak-kanak, merupakan tugas yang tidak mudah, baik bagi anak maupun orang tua.

Salah satu permasalahan yang biasa muncul adalah rasa cemas anak untuk berpisah dari orang tua atau pengasuhnya. Para psikolog menyebutnya dengan separation anxiety disorder, yaitu ketakutan dan tegangan yang berlebihan pada anak ketika diminta berpisah dari figur lekat utama.

Tegangan ini dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran terhadap keamanan orang yang berpisah darinya, menolak pergi ke sekolah, gangguan tidur, dan keluhan-keluhan sakit fisik. Barlow & Beck (dalam Weems & Carrion, 2003) menjelaskan bahwa kecemasan pada anak umumnya terjadi karena peran proses belajar, pemikiran, dan aspek fisiologis dari gangguan kecemasan.

Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak Anda, maka jangan paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya, Anda juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul.

Salah satu hal yang dapat Anda lakukan untuk mencapai dua tujuan tersebut adalah mengajaknya bermain. Axline (1947) mengatakan bahwa bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang Anda lakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain (Schaefer, 2003).

Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan dapat diterima secara penuh (Axline, 1947). Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi.

Dalam tulisan ini akan diperkenalkan salah satu jenis terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan, yakni terapi bermain, khususnya dengan pendekatan kognitif perilakuan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan ini antara lain:

1. Membangun rasa aman.

Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru, hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.

2. Merubah pemikiran yang salah.

Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-teman barunya nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya.

3. Ajak anak bermain bersama.

Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak bermain peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.

Dari sini, Anda dapat mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap sekolah dapat terbentuk.

sumber : http://www.untukku.com/artikel-untukku/bermain-atasi-kecemasan-anak-untukku.html

Demam Pada Anak

Apa Itu Demam dan Bagaimana Terjadinya ?

Demam adalah gejala berupa naiknya suhu tubuh sebagai respon normal tubuh terhadap suatu gangguan. Suhu tubuh diukur dengan termometer, dikatakan demam bila:

  • Suhu rektal (di dalam dubur): lebih dari 38ºC
  • Suhu oral (di dalam mulut): lebih dari 37.5ºC
  • Suhu ketiak: lebih dari 37.2ºC
  • Termometer bentuk dot bayi digital: lebih dari 37.8ºC
  • Suhu telinga: mode rektal: lebih dari 38ºC; mode oral: lebih dari 37.5ºC

Suhu tubuh dikendalikan oleh suatu bagian dari otak yang disebut hipotalamus. Hipotalamus berusaha agar suhu tubuh tetap hangat (36,5-37,5 ºC ) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah. Hipotalamus mengatur suhu dengan cara menyeimbangkan antara produksi panas pada otot dan hati dan pengeluaran panas pada kulit dan paru-paru. Ketika ada infeksi, sistem kekebalan tubuh meresponnya dengan melepaskan zat kimia dalam aliran darah. Zat kimia tersebut akan merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh dan akhirnya akan menambah jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman.

Apa saja penyebab demam?

Infeksi merupakan penyebab terbanyak demam pada anak-anak. Infeksi adalah keadaan tubuh yang dimasuki kuman penyebab penyakit, bisa virus, parasit, atau bakteri. Contoh penyakit infeksi dengan gejala demam adalah flu, radang saluran pencernaan, infeksi telinga, croup, dan bronkhiolitis. Beberapa imunisasi anak-anak juga dapat menyebabkan demam. Kapan demam akan timbul tergantung dari vaksinasi yang diberikan (biasanya imunisasi DTP, HiB, dan MMR). Sedangkan anak yang sedang tumbuh gigi, menurut suatu penelitian, tidak menyebabkan demam.

Bagaimana cara mengukur suhu tubuh anak?

Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal. Namun, mengukur suhu oral bisa akurat bila dilakukan pada anak di atas 4-5 tahun, atau suhu telinga pada anak di atas 6 bulan. Mengukur suhu ketiak adalah yang paling kurang akurat, namun dapat berguna saat dilakukan pada anak kurang dari 3 bulan. Bila suhu ketiak lebih dari 37.2ºC, maka suhu rektal harus diukur. Di sisi lain, tidaklah akurat bila mengukur suhu tubuh dengan merasakan kulit anak. Hal ini disebut suhu taktil (sentuhan) karena bersifat subyektif, yaitu pengukuran sangat dipengaruhi oleh suhu orang yang merasakan kulit si anak. Berikut cara mengukur suhu anak:

  • Suhu rektal: anak dibaringkan di pangkuan pemeriksa dengan perut sebagai dasarnya, sebelumnya oleskan sedikit krim atau jely pelumas (misal: Vaseline) pada ujung termometer, masukkan termometer dengan hati-hati ke dubur anak sampai ujung perak termometer tidak terlihat (0,5-1,25 cm di dalam dubur), tahan termometer pada tempatnya. Tahan selama 2 menit untuk termometer raksa atau kurang dari 1 menit untuk digital.
  • Suhu oral: yang perlu diperhatikan adalah jangan mengukur suhu pada mulut anak bila anak makan atau minum yang panas atau dingin dalam 30 menit terakhir. Sebelumnya bersihkan termometer dengan air dingin dan sabun kemudian bilas dengan air sampai bersih. Tempatkan ujung termometer di bawah lidah ke arah belakang. Minta anak untuk menahan termometer dengan bibirnya. Upayakan bibirnya menahan termometer selama kira-kira 3 menit untuk termometer raksa atau kurang dari 1 menit untuk digital.
  • Suhu ketiak: tempatkan ujung termometer di ketiak anak yang kering kemudian Tahan termometer dengan mengempitnya antara siku dengan dada selama 4-5 menit.
  • Suhu telinga: perlu diperhatikan bahwa termometer telinga tidak digunakan untuk anak di bawah 6 bulan. Bila anak baru dari luar rumah di mana cuaca sedang dingin, tunggu 15 menit sebelum mengukur suhu telinga. Infeksi telinga tidak mempengaruhi akurasi suhu telinga. Caranya, ibu harus menarik telinga ke arah luar-belakang sebelum memasukkan termometer kemudian tahan alat di telinga anak selama kira-kira 2 detik.

Bagus mana? Termometer digital atau raksa?

Termometer digital murah, mudah didapat, dan cara paling akurat untuk mengukur suhu. Sedangkan termometer raksa mengandung merkuri yang berbahaya saat terpapar ke tubuh, bila termometer pecah. Bila yang ada hanya termometer raksa, pastikan untuk hati-hati saat menggoyang-goyang termometer gelas sebelum digunakan.

Bagaimana sikap kita saat anak demam?

Sangatlah penting bagi orang tua untuk tahu kapan anak demam harus diperiksakan ke dokter atau dirawat sendiri.Di bawah ini adalah kondisi anak demam yang harus diperiksakan ke dokter atau tempat pelayanan kesehatan:

  • Anak di bawah 3 bulan dengan suhu 38ºC atau lebih, tanpa melihat penampakan anak (meskipun anak tampak baik).
  • Anak di atas 3 bulan dengan suhu 38ºC atau lebih selama lebih dari 3 hari atau tampak sakit (rewel dan menolak minum).
  • Anak 3-36 bulan dengan suhu 38.9ºC atau lebih.
  • Anak segala usia dengan suhu 40ºC atau lebih.
  • Anak segala usia yang mengalami kejang demam (step). Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5 tahun dengan suhu 38º C atau lebih.
  • Anak segala usia yang mengalami demam berulang.
  • Anak segala usia yang demam dengan penyakit kronis, seperti penyakit jantung, kanker, lupus, atau anemia bulan sabit.
  • Anak demam yang disertai munculnya ruam-ruam di kulit.

Anak dapat dirawat sendiri oleh orang tua bila anak berumur lebih dari 3 bulan dengan suhu kurang dari 38.9ºC, dan anak tampak sehat serta berperilaku normal.

Langkah-langkah yang bisa kita lakukan saat anak demam antara lain:

Obat untuk Demam pada Anak

Perawatan paling efektif untuk demam adalah menggunakan obat penurun panas seperti Parasetamol (contoh: Pamol®, Sanmol®, Tempra®l) atau Ibuprofen (contoh: Proris®). Terdapat berbagai macam sediaan di pasaran seperti: tablet, drops, sirup, dan suppositoria. Pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan suhu 1 sampai 1,5 ºC. Sedangkan Aspirin tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 18 tahun karena dapat menyebabkan efek samping penyakit serius yang disebut sindrom Reye, meskipun angka kejadian penyakit ini jarang.

Parasetamol dapat diberikan setiap 4 sampai 6 jam sesuai kebutuhan. Bila suhu tetap tinggi meskipun parasetamol telah diberikan dan anak berumur lebih dari 6 bulan, Parasetamol diganti dengan Ibuprofen yang dapat diberikan setiap 6-8 jam. Dosis parasetamol atau ibuprofen harus diperhitungkan berdasarkan berat badan (bukan umur), yaitu: parasetamol: 10-15 mg/kilogram berat badan anak setiap kali pemberian, maksimal 60 mg/kilogram berat badan/hari. Sedangkan Ibuprofen: 5-10 mg/kilogram berat badan anak setiap kali pemberian, maksimal 40 mg/kilogram berat badan/hari. Contoh: bila anak dengan berat 12 kg, diberikan sirup Parasetamol 12 x (10 sampai 15) mg = 120 mg sampai 180 mg sekali minum. Apabila orang tua kesulitan dalam menghitung dosis hendaknya berkonsultasi dengan apoteker atau farmasis. Jangan asal-asal dalam menentukan dosis obat pada anak. Adapun obat yang telah diresepkan oleh dokter maka patuhilah aturan pemakaian obat dari dokter. Apabila orang tua merasa ragu jangan segan-segan meminta informasi kepada dokter yang meresepkan.

Sekilas tentang Kompres

Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap khusus badan) yang dibasahi dengan dibasahi air hangat (30ºC) kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit. Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap atau handuk basah atau didiamkan dalam air karena penguapan akan terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi. Dengan demikian, perbedaan antara air kompres dengan suhu tubuh tidak terlalu berbeda. Jika air kompres terlalu dingin akan mengerutkan pembuluh darah anak. Akibatnya, panas tubuh tidak mau keluar. Anak jadi semakin menggigil untuk mempertahankan keseimbangan suhu tubuhnya.

Mengompres dapat pula dilakukan dengan meletakkan anak di bak mandi yang sudah diisi air hangat. Lalu basuh badan, lengan, dan kaki anak dengan air hangat tersebut. Sebenarmya mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun demam. Bila ibu memakai metode kompres, hendaknya digabungkan dengan pemberian obat penurun demam, kecuali anak alergi terhadap obat tersebut.

Ingat! Jangan mengompres dengan alkohol karena uap alkohol dapat terserap ke kulit atau paru-paru anak. Membedong anak di bawah umur 3 bulan dengan banyak pakaian atau selimut dapat sedikit menaikkan suhu tubuh. Menurut penelitian, suhu rektal 38.5ºC atau lebih tidak dihubungkan dengan membedong dengan kain tebal tadi. Oleh karena itu, dianjurkan bila anak demam, cukup memakai baju atau selimut tipis saja sehingga aliran udara berjalan baik.

Menaikkan Asupan Cairan Anak

Demam pada anak dapat meningkatkan risiko terkena dehidrasi (kekurangan cairan). Tanda dehidrasi paling mudah adalah berkurangnya kencing dan air kencing berwarna lebih gelap daripada biasanya. Maka dari itu, orang tua sebaiknya mendorong anak untuk minum cairan dalam jumlah yang memadai. Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak memaksa anak untuk makan. Cairan seperti susu (ASI atau sapi atau formula) dan air harus tetap diberikan atau bahkan lebih sering. Anak yang lebih tua dapat diberikan sup atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bila anak tidak mampu atau tidak mau minum dalam beberapa jam, orang tua sebaiknya diperiksakan ke dokter.

Istirahatkan Anak Saat Demam

Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman. Orang tua sebaiknya mendorong anaknya untuk cukup istirahat. Sebaiknya tidak memaksa anak untuk tidur atau istirahat atau tidur bila anak sudah merasa baikan dan anak dapat kembali ke sekolah atau aktivitas lainnya ketika suhu sudah normal dalam 24 jam.

Selama anak demam, orang tua hendaknya tetap memperhatikan gejala-gejala lain yang muncul. Tanyakan pada anak, adakah keluhan lain yang dirasakan, semisal: pusing, sakit kepala, nyeri saat kencing, kesulitan bernafas, dan lain-lain. Karena demam bisa jadi merupakan tanda bahwa ada gangguan pada kesehatan anak atau gejala dari penyakit tertentu. Oleh karena itu, para orang tua hendaknya bijaksana dalam menghadapinya. Orang tua hendaknya tahu kapan anak dengan demam dapat dirawat sendiri di rumah atau diperiksakan ke tempat pelayanan kesehatan.

sumber : http://muslimah.or.id/kesehatan-muslimah/demam-pada-anak.html
Kelainan Pada Anak Dapat Diketahui Dari Kebiasaan Mengompol

MENGATASI kebiasaan mengompol pada anak bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kerja sama antara orangtua, anak, dan dokter. Selain itu, perlu kebijaksanaan, kesabaran, dan pengertian orangtua.

Begitu banyak keluhan dari para orangtua yang mengkhawatirkan dengan kebiasaan mengompol anak mereka. Apalagi, anak tetap mengompol setelah melewati usia 6–7 tahun. Tentunya akan menjadi suatu pertanyaan besar bagi orangtua.

Sebenarnya apa itu mengom pol? Dan mengapa hal itu terjadi dan bagaimana melatih mereka agar tidak lagi mengompol?

Mengompol istilah kedokterannya adalah enuresis, yaitu mengeluarkan air seni secara tidak sadar saat tidur pada usia yang seharusnya sudah dapat mengendalikan keinginan buang air kecil. Terkadang definisi mengompol juga digunakan untuk menyebut anak yang gagal mengontrol pengeluaran urine saat mereka dalam keadaan terjaga.

Sebenarnya, pada remaja dan orangtua mengompol juga sering terjadi. Namun bagi anak, mengompol sering merupakan hal yang sangat memalukan. Sedangkan bagi orangtua, hal ini dapat merupakan pengalaman yang menjengkelkan.

Lebih dari 50 juta anak-anak di seluruh dunia berusia 5–15 tahun masih mengompol. Satu dari empat anak tetap mengompol saat usia mereka 3,5 tahun. Sedangkan pada usia lima tahun, satu dari lima anak masih ngompol di tempat tidur dan pada usia enam tahun turun menjadi satu dari 10 anak. Biasanya enuresis akan berhenti ketika anak mencapai usia pubertas. Anak laki-laki lebih banyak yang mengompol dibanding anak perempuan.

"Ini merupakan masalah tersembunyi masa kanak-kanak karena orang cenderung untuk tidak berbicara tentang hal itu di luar rumah, sehingga sebagian besar anak-anak berpikir mereka satu-satunya yang dengan masalah," kata dokter anak dari Washington DC, Amerika Serikat dan penulis buku "Waking Up Dry" dr Howard Bennett.

Bennett menyebutkan jenis mengompol dibagi dua. Mengompol primer yakni mengompol sejak bayi dan mengompol sekunder yakni kembali mengompol setelah anak tidak pernah mengompol lagi selama minimal enam bulan. Penyebab mengompol primer disebabkan adanya keterlambatan proses pematangan sistem saraf pada anak, di mana adanya ketidakmampuan otak untuk menangkap sinyal yang dikirimkan kandung kemih, gangguan hormonal, kelainan anatomi.

Misalnya kandung kemih yang kecil dan tidur yang sangat dalam sehingga anak tidak terbangun pada saat kandung kemih sudah penuh. Sedangkan penyebab dari mengompol sekunder bisa karena infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme (kencing manis usia dini), gangguan saraf tulang belakang, tekanan yang berlebihan pada kandung kencing, terutama disebabkan gangguan pengeluaran kotoran sehingga akumulasi kotoran pada usus besar akan menekan kandung kencing.

Bahkan, keadaan stres juga dapat memicu terjadinya mengompol sekunder. Memang dahulu kebiasaan mengompol dianggap sebagai masalah psikologis. Namun, sekarang diketahui bahwa faktor biologis memegang peranan lebih besar. Dapat dipastikan juga, hal tersebut menurun dalam keluarga.

Lebih dari 75 persen anak-anak yang mempunyai orangtua dengan masalah mengompol, juga akan mempunyai masalah yang sama.

"Cerita soal masalah genetika ini kepada anak akan membuat hatinya lebih baik," saran Bennett.

Mengompol dapat juga merupakan gejala dari suatu penyakit serius seperti kencing manis atau infeksi saluran kemih, terutama bila terjadi pada anak yang sebelumnya tidak pernah mengompol. Mengompol bukanlah merupakan kesalahan anak. Sayangnya, beberapa orangtua masih berpikir bahwa mengompol berasal dari kurangnya disiplin, dan dapat disembuhkan dengan hukuman.

Hal ini, terang Bennett, sangat jauh dari kebenaran. Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 25 persen orangtua menghukum seorang anak atau menunjukkan ketidaksetujuan yang signifikan saat anak mengompol karena mereka pikir itu kesalahan anak.

Yang harus dilakukan orangtua jika anak mengompol adalah bersikaplah sewajarnya, jangan menunjukkan rasa jengkel, marah, atau bahkan panik.

Bicarakan baik-baik dengan si anak. Ada banyak kasus di mana anak berhenti mengompol setelah diajak bicara dari hati-hati. Beri dukungan kepada anak, ini adalah tindakan terpenting.

Jangan sekali-kali mempermalukan anak atau membandingkan dengan anak lain, malah bila si anak berhasil tidak mengompol berilah dia hadiah dan pujian tentang keberhasilannya di hadapan banyak orang, agar dia semakin termotivasi.

Minta anak Anda mengganti seprei serta pakaian tidurnya pada malam hari, bila anak tersebut sudah bisa melakukannya. Atau letakkan sebuah alas karet yang berlapiskan kain di dekat tempat tidur, sehingga anak dapat menutupi seprei yang dibasahinya. Lalu, pasanglah jam alarm yang akan berbunyi 2–3 jam setelah anak tertidur, jadi dia dapat terbangun untuk pergi ke kamar mandi.

Selain itu, pastikan anak Anda buang air kecil sebelum ke tempat tidur. Doronglah anak untuk mengikuti instruksi dari seorang dokter, seperti latihan pelemasan kandung kemih atau latihan menahan keluarnya air seni atau latihan modifikasi perilaku. Kalau perlu, belilah sebuah alarm antimengompol yang cocok untuk anak berusia lima tahun ke atas.

Alarm ini memiliki sensor kelembapan yang dikenakan langsung pada pakaian dalam. Pada tetes cairan pertama, sebuah bel akan mendengung, membangunkan si anak. Secara berangsur- angsur anak belajar untuk bangun ketika mereka merasa ingin buang air kecil.

Yang perlu juga diperhatikan oleh orangtua adalah, mengompol ini bisa sembuh sendiri. Seorang anak pengompol membutuhkan kesabaran, semangat, ketelatenan, dan keyakinan dari orangtua bahwa masalah tersebut hanya sementara. Biasanya antara usia 7–12 tahun sering terjadi kesembuhan, dan sedikit saja anak yang terus mengalaminya sampai remaja.

Satu hal menarik, pemberian air susu ibu (ASI) dapat mencegah mengompol yang berkelanjutan pada anak. Sebuah studi yang diterbitkan Journal of the American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa bayi yang tidak minum ASI lebih cenderung mengompol dibanding bayi yang diberi ASI.

Penelitian dari Robert Wood Johnson Medical School, New Jersey, Amerika Serikat menyatakan selain kaya akan gizi yang penting bagi pertumbuhan bayi, ASI juga mengandung asam lemak yang bisa memperbaiki dan mempercepat pertumbuhan otak, sementara mengompol itu sendiri terjadi karena terhambatnya pertumbuhan syaraf otak (delayed neurodevelopment).

Dari hasil studi yang dilakukan pada 55 anak usia 5–13 tahun yang masih mengompol dan 117 mereka yang tak pernah mengompol, menunjukkan persentase mengompol pada anak yang mengonsumsi susu formula sekitar 81 persen, sementara mereka yang secara rutin mendapat ASI hanya 45 persen.

Namun, yang paling mengagumkan dalam studi ini adalah bayi yang mengonsumsi baik susu formula maupun susu ibu justru mengalami hasil yang sama dengan bayi yang hanya mendapat susu formula tanpa ASI. Selain mencegah mengompol, ASI diketahui juga manjur untuk menurunkan risiko diare, infeksi pernapasan, infeksi telinga, dan infeksi lain yang terjadi pada bayi.

sumber : http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/16811-kelainan-pada-anak-dapat-diketahui-dari-kebiasaan-ngompol.html

gangguan pengeluaran

Masalah Ngompol Pada Anak

Apa itu ngompol?

Ngompol atau sering juga disebut dengan nokturnal enuresis ialah pengeluaran urine yang tidak disadari pada saat tidur. Terkadang definisi ngompol juga digunakan untuk menyebut anak anak yang gagal mengontrol pengeluaran urine saat mereka terjaga.

Apa saja jenis ngompol ?

Menurut terjadinya, ngompol dapat dibagi dua yaitu :
Enuresis/Ngompol Primer – ngompol yang terjadi sejak bayi dan
Enuresis/Ngompol Sekunder – ngompol yang kembali terjadi setelah sang anak tidak pernah ngompol lagi minimal 6 bulan.

Apakah ngompol primer itu?

Ngompol primer terjadi diduga akibat dari keterlambatan proses pematangan sistem saraf pada anak anak. Pada usia 5 tahun, kurang lebih 20% dari anak anak akan ngompol sekali dalam sebulan. Dari jumlah itu, 5% dari anak laki laki dan 1% dari anak perempuan akan ngompol pada malam hari. Memasuki usia 6 tahun, prosentase anak yang ngompol akan berkurang menjadi 10% dan sebagian besar adalah anak laki laki. Prosentase anak yang ngompol setiap tahun akan terus berkurang menjadi setengahnya setelah sang anak melewati usia 5 tahun. Ada pula ahli yang menghubungkan riwayat keluarga dengan ngompol primer ini. Jika salah satu dari orang tuanya mempunyai kebiasaan ngompol maka kemungkinan 45% anaknya akan mempunyai kebiasaan yang sama.

Apa yang menjadi masalah utama dari ngompol primer?

Masalah utama yang dihadapi oleh anak anak pengompol primer adalah ketidakmampuan otak untuk menangkap sinyal yang dikirimkan oleh kandung kencing yang sudah penuh saat sang anak terlelap. Kenyataannya, kapasitas kandung kencing pada anak pengompol lebih kecil daripada anak anak yang normal.

Apakah ngompol primer ada hubungannya dengan masalah emosional?

Beberapa orang tua mempercayai bahwa kebiasaan ngompol primer yang terjadi pada anak anak mereka disebabkan oleh karena faktor emosional. Namun tidak ada penelitian di bidang kedokteran yang mampu membuktikan pernyataan ini.

Bagaimana mengatasi ngompol primer?

Cara mengatasi ngompol primer sangat berhubungan dengan waktu. Kesabaran dan peran serta orang tua sangat diharapkan. Namun tidak sedikit dari mereka yang frustasi dengan lamanya sang anak mengalami ngompol primer dan mencoba melakukan berbagai cara untuk mengatasinya termasuk dengan memberikan penghargaan atau hadiah bila sang anak tidak ngompol. Ternyata tindakan ini cukup berhasil dalam mengatasi ngompol primer. Tujuh puluh lima persen dari anak pengompol primer mengalami kemajuan yang berarti dengan cara ini. Orang tua yang selalu memotivasi anaknya untuk mengontrol kebiasaan ngompol sangat berpengaruh terhadap kemampuan sang anak dalam mengendalikan pengeluaran urine.

Seberapa sering kejadian ngompol sekunder?

Hanya sekitar 2%-3% dari anak pengompol yang kebiasaan ngompolnya disebabkan oleh karena faktor penyakit. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya ngompol sekunder.

Penyakit apa saja yang menyebabkan ngompol sekunder?

Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme (kencing manis usia dini), tekanan berlebihan pada kandung kencing, dan gangguan saraf tulang belakang. Tekanan yang berlebihan pada kandung kencing terutama disebabkan oleh karena gangguan pengeluaran kotoran sehingga akumulasi kotoran pada usus besar akan menekan kandung kencing.

Bagaimana mendiagnosa penyebab ngompol?

Umumnya, wawancara lengkap tentang riwayat keluhan yang dialami pasien dan pemeriksaan fisik sudah bisa memberikan gambaran tentang penyebab terjadinya ngompol sekunder. Akan lebih lengkap lagi bila ditambahkan dengan pemeriksaan urine dan biakan kuman urine. Pada ngompol sekunder kadang diperlukan pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang lebih lengkap.

Bagaimana mengobati ngompol sekunder?

Pengobatan ngompol sekunder sangat tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Dengan diobatinya penyakit yang mendasari maka diharapkan gangguan ngompol tidak akan terjadi lagi. Keberhasilan dari pengobatan ini tergantung dari keberhasilan dalam menemukan dan mengobati penyakit yang mendasari tersebut.

sumber : http://www.blogdokter.net/2008/01/28/masalah-ngompol-pada-anak/

Terlambat Bicara Bisa Jadi Gangguan Pertumbuhan

Orangtua sebaiknya bersikap waspada apabila mendapati anaknya sejak lahir hingga usia sekitar dua tahun belum bisa berbicara dan hanya mampu mengucapkan beberapa kata. Bisa jadi hal tersebut merupakan indikasi awal adanya keterlambatan bicara pada anak yang merupakan satu dari sekian banyak masalah pada anak. Gejala keterlambatan ini perlu ditangani secara serius jika diikuti dengan gangguan komunikasi dan keterbelakangan lainnya.

Pada anak yang tumbuh normal, kemampuan bicara sebenarnya mulai timbul sejak lahir. Ditunjukkan dengan ocehan anak yang menirukan ucapan orang-orang di sekitarnya. Seiring bertambahnya usia, anak mulai mengalami perbaikan bunyi dan pengucapan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sementara gangguan keterlambatan bicara pada anak merupakan gangguan psikis, mental atau faktor lainnya yang harus mendapat perhatian khusus dari orangtua. Pasalnya, fenomena ini menghambat perkembangan mental dan pertumbuhan fisik sampai dewasa kelak.

Menurut Drs Suripto SSpTh, terapis wicara Rumah Sakit Dr Oen Surakarta, gangguan bicara adalah ketidakmampuan atau kesulitan seorang anak untuk memproduksi suara yang spesifik untuk berbicara atau adanya gangguan dalam kualitas suara. Hal ini bisa berupa gangguan pada artikulasi (pengucapan), gangguan pada fonasi (suara yang dihasilkan), gangguan irama kelancaran bicara, atau gangguan tekanan suara (pitch).

Sebagai contoh, gangguan artikulasi dapat berupa penggantian satu suara dengan suara lain atau bahkan menjadi suara lain sama sekali. Misalnya “mobil” jadi “obin”, atau “pelangi” jadi “telangi”, dan sebagainya. “Banyak hal yang menyebabkan anak mengalami keterlambatan bicara, salah satunya adalah faktor lingkungan di sekitar anak,” jelasnya.

Ajak Anak Berbicara

Dalam beberapa kajian menemukan bahwa rata-rata anak yang jarang menjalin komunikasi dengan orangtuanya apalagi dengan orang lain rentan mengalami hambatan bicara. Anak yang dipasung orangtuanya, mungkin karena rasa malu sebab cacat atau proteksi berlebihan orangtua juga berpengaruh pada keterbelakangan bicara anak. Maka sebisa mungkin orangtua untuk selalu mengajak anaknya berkomunikasi sebagai upaya untuk melatih kecakapan berbicara.

Suripto menambahkan, sebetulnya aspek bicara dan berbahasa merupakan salah satu aspek perkembangan seorang bayi dan anak yang dimulai sejak lahir. Kemampuan bayi untuk berkomunikasi dimulai dengan reaksinya terhadap bunyi-bunyian atau suara ibu bapaknya. Bahkan di usia dua bulan bayi sudah menunjukkan senyum pada semua orang yang berinteraksi dengannya.

“Ditinjau dari sisi medis, keterlambatan bicara pada anak termasuk patologis yang perlu penanganan khusus. Makin dini keterlambatan bicara terdeteksi, makin besar kemungkinan pemulihannya,” ujar Suripto. Pelayanan terapi wicara merupakan tindakan yang diperuntukkan bagi individu (anak maupun dewasa) yang mengalami gangguan komunikasi termasuk gangguan berbahasa bicara dan gangguan menelan.

Dikatakan Suripto, dalam menangani anak yang mengalami kesulitan bicara harus dilakukan berbagai macam pemeriksaan untuk mengetahui secara pasti penyebabnya. Seperti pemeriksaan untuk mengetahui modalitas yang dibutuhkan untuk terjadinya produksi suara yang baik, ataupun adanya hal-hal yang memungkinkan terganggunya produksi suara, yakni organ-organ mulut, hidung, bibir, gusi, lidah, langit-langit, pita suara, tenggorokan, paru-paru dan diafragma. Kelainan pada aspek ini dapat berupa celah bibir, celah gusi, celah langit-langit, lidah pendek, dan lain-lain.

Selain itu juga dilakukan pemeriksaan pendengaran, sebab anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya kehilangan suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti tidak nyambung saat dilakukan diskusi interaktif.

“Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak, derajat gangguan tersebut ada yang ringan sampai dengan yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik,” imbuhnya.

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya.

Membaca, menulis, bahasa tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa. Karena seluruh gangguan komunikasi memiliki potensi untuk mengakibatkan anak terisolasi dari lingkungan sosial dan pendidikannya, maka sangat penting untuk melakukan intervensi dini.

sumber : http://www.harianjoglosemar.com/berita/terlambat-bicara-bisa-jadi-gangguan-pertumbuhan-13557.html
Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak yang sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu keterlambatan bicara. Gangguan ini tampaknya semakin hari dilaporkan meningkat.

Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5-10 persen pada anak sekolah. Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara dan harus berkonsultasi dengan ahli, bila sampai usia 12 bulan sama sekali belum mengeluarkan ocehan atau babbling, sampai usia 18 bulan belum keluar kata pertama yang cukup jelas, padahal sudah dirangsang dengan berbagai cara, terlihat kesulitan mengatakan beberapa kata konsonan, seperti tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan, serta terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu, misalnya sampai ngiler atau raut muka berubah.

Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak. Ada yang ringan sampai yang berat, mulai yang bisa membaik hingga yang sulit dikoreksi. Yang pasti, semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut.

Ada beberapa gangguan yang perlu diperhatikan orangtua:
1. Disfasia

Gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa.

Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.

2. Gangguan disintegratif pada kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)
Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan bahasa, sosial, dan motorik.

3. Sindrom Asperger
Gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi nonverval (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan), tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan emosional.

4. Gangguan multisystem development disorder (MSDD)
MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indra lainnya. Sulit berpartisipasi dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam interaksinya. Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas rutin lainnya.

sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/2009/12/09/13312448/Gangguan.Perkembangan.Bahasa.pada.Anak

gangguan komunikasi

GANGGUAN BERBICARA & BERBAHASA PADA ANAK

Kegiatan berbicara merupakan ungkapan dari konsep simbolisasi, merupakan proses neuromuskuler yang mengkordinasikan pernapasan, penyesuaian laring dan pemakaian struktur faring, langit-langit, mulut dan wajah. Suara yang dihasilkan akan menimbulkan sensasi dengar yang mengaktifkan impuls saraf. Dengan kata lain komunikasi oral adalah rangkaian yang terdiri dari berpikir, simbolisasi, suara, transmisi suara, mendengarkan, memperhatikan, dan mengerti. Kelainan pada salah satu jalur misalnya sistem saraf, organ bicara, mekanisme pendengaran, dan atau kombinasi kelainan faktor-faktor pemahaman dapat menyebabkan kelainan komunikasi atau yang lebih dikenal dengan “keterlambatan bicara”.

Perkembangan bicara pada anak berlangsung seiring dengan perkembangan motorik, adaptasi dan sosialisasi anak. Dan kemampuan berbicara tergantung pada proses pematangan, dimana terdapat “masa persiapan bicara” yaitu antara 9 bulan – 5 tahun, kemampuan berbicara ini merupakan akumulasi belajar berbagai bagian bahasa sejak umur beberapa minggu.

Kelaianan atau gangguan bicara dibagi dalam beberapa jenis kelainan :

  1. Kelainan artikulasi : dislalia, disatria, gangguan irama.

Lebih sering sebagai akibat kelainan struktur atau organ bicara, kelaianan gigi geligi, atau celah bibir dan langit-langit, juga dapat pula diakibatkan oleh kelaian motorik bicara seperti adanya kerusakan sistem saraf yang mengatur otot-otot bicara.

  1. Gangguan simbolisasi : afasia.

Terdapat kerusakan di daerah pusat bicara akibat disfungsi minimal otak karena trauma kepala, tumor otak, atau kelainan genetik.

Terdapat 2 jenis afasia : afasia ekspresif ; mengerti namun tidak dapat mengutarakan, dan afasia reseptif ; tidak mengerti simbol bahasa.

  1. Gangguan suara : disfonia.

Disebabkan oleh kelainan getaran pita suara akibat gangguan aliran dan tekanan udara.

Beberapa keadaan yang menyebabkan “keterlambatan bicara” adalah sebagai berikut :

1. Gangguan Pendengaran

Bahasa dan bicara yang digunakan anak dengan kelainan pendengaran beresiko terhadap berkurangnya kemampuan berkomunikasi oral, hal ini akibat putusnya rantai sensasi dengar sehingga tidak terbentuk rangsangan saraf di otak.

Gangguan pendengaran dapat terjadi pada :

a. Masa prenatal (dalam kandungan) :

Kelainan masa ini bisa diakibatkan kelainan genetik misalnya pada kelainan kromosom (trisomi 21 atau fragile X syndrome) atau non genetik (kelainan anatomi, infeksi TORCH, obat-obatan teratogenik atau ototoksik, dan alcoholism)

b. Masa perinatal (segera setelah lahir) :

Kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (<>

c. Masa postnatal (setelah lahir):

Sering akibat infeksi telinga, atau trauma kepala.

2. Gangguan Sistem Saraf Pusat

Kerusakan otak di daerah pusat bicara menyebabkan afasia. Kelainan ini bisa diturunkan, akibat trauma kepala atau kelainan neurologi lain seperti tumor otak.

3. Mental Retardasi

50% kasus mengenai anak laki-laki, dan angka kejadian 2-3% dari populasi.

4. Lingkungan

Sering terjadi pada mereka dengan pola asuh yang salah seperti misalnya disiplin terlalu keras, atau kurangnya motivasi untuk bicara.

5. Kelumpuhan Organ Bicara

Gangguan motorik akibat kerusakan pusat motorik otak dan jarasnya yang sifatnya permanen dan progresif, contoh : pada cereberal palsy.

6. Kelainan Rongga Mulut

Adanya celah bibir dan langit-langit, lidah pendek dan tebal, kelainan gigi geligi, biasanya mempengaruhi pengucapan. Disamping itu adanya sumbatan jalan nafas serta perbesaran tonsil dan adenoid juga dapat mempengaruhi nada suara.

Kita perlu mencurigai adanya kemungkinan keterlambatan bicara pada anak bila ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

  1. Tidak ada atau kurangnya kontak mata pada anak setelah usia 3 bulan.
  2. Tidak memalingkan kepala dan mata ketika mendengar suara pada usia 6 bulan.
  3. Tidak memberikan respon bila dipanggil namanya pada usia 10 bulan.
  4. Tidak mengerti atau memberikan reaksi terhadap kata “jangan” atau “da-dah” pada usia 15 bulan.
  5. Tidak dapat menyebutkan 10 kata tunggal pada usia 18 bulan.
  6. Tidak berespon terhadap perintah sederhana pada 21-24 bulan.
  7. Tidak mampu menyebutkan anggota badan dan tidak mampu menyebutkan kalimat 2 kata pada 24 bulan.
  8. Sering mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti (bahasa planet) pada 30 bulan.
  9. Tidak mampu menggunakan kalimat sederhana atau menggunakan kalimat tanya sederhana pada usia 36 bulan.
  10. Tidak mampu menyebut huruf konsonan diakhir kata.
  11. Kesalahan pengucapan kata setelah usia 7 tahun.

Apa yang harus kita lakukan bila anak terdapat keterlambatan bicara :

  1. Evaluasi oleh Tim yang terdiri dari : dokter anak, dokter syaraf, dokter THT, psikiater, psikolog, speech patologist, terapis pedagogi, dan terapis bicara.
  2. Lakukan pemeriksaan :
    1. Tes Pendengaran : Free field test (menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap bunyi), Behavioral observation (0-6 bulan), Conditioned test (2-4 tahun), Audiometri nada murni (> 4 tahun), dan BERA.
    2. CT-scan kepala dan MRI : merupakan pemeriksaan lanjutan. Terutama bila terdapat gangguan dengar, gangguan tonus otot, mental retardasi, dan atau kelainan wajah.
    3. EEG : Pemeriksaan lanjutan bila terdapat kejang, atau adanya afasia reseptif.
    4. Test evaluasi kromosom : fragile X-syndrome, Trisomi 21.
    5. Tes fungsi hati, “urine organic acid test”, dan “urine amino acid” : Gangguan perkembangan dan metabolik lain.
  3. Tips bagi orang tua atau terapis bicara :
    1. Tidak memaksakan anak untuk bicara.
    2. Biasakan berbicara atau membacakan buku dengan kata atau kalimat yang jelas.
    3. Tidak menggunakan Bahasa yang kompleks, terlalu panjang dan sulit dimengerti, serta kembangkan satu kata anak menjadi satu susunan kalimat pendek : misal anak menunjuk sambil mengatakan “mobil” kita kembangkan menjadi “Kamu mau naik mobil?”, atau bila anak mengatakan tulis, maka kita kembangkan menjadi “Kamu mau menulis?”
    4. Lebih baik bila kita berbicara sambil melakukan gerakan tubuh sehingga anak menjadi mudah mengerti.
    5. Tidak memarahi kesalahan tata bahasa yang diucapkan anak.
    6. Sertakan anak anda dalam kelompok anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa lebih baik.

Kamis, 20 Mei 2010

Tugas SIP

DEFINISI SISTEM INFORMASI


Sesungguhnya yang dimaksud dengan sistem informasi tidak harus melibatkan komputer. Sistem informasi yang menggunakan komputer biasa disebut sistem informasi berbasis komputer ( Computer-Based Information Systems atau CBIS ).

Dalam prakteknya, istilah sistem informasi lebih sering dipakai tanpa embel-embel berbasis komputer walaupun dalam kenyataannya komputer merupakan bagian yang penting. Sistem Informassi (SI) atau Information System (IS) yang menunjukan sistem dapat menghasilkan informasi yang berguna.

  • Alter (1992)
  • Bodnar dan Hopwood (1993)
  • Gelinas, Oram, dan Wiggins (1990)
  • Tuban, McLean, dan Wetherbe (1999)
  • Wilkinson
  • http://myblooger.blog.dada.net/post/661314/Definisi-Sistem-Informasi

    Kumpulan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu
    Elemen Sistem :
    1. input
    2. proses
    3. output

    Karakteristik Sistem :
    a. memiliki komponen
    b. memiliki batasan
    c. memiliki lingkungan
    d. memiliki interface
    e. memiliki input
    f. memiliki output
    g. memiliki pengolah
    h. memiliki sasaran atau tujuan

    Data vs Informasi
    terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai
    Informasi
    - data yang sudah diproses
    - data yang sudah memiliki fakta
    - data yang ditempatkan pada suatu konteks

    Karakteristik informasi yang baik : relevan, tepat waktu, akurat, mengurangi ketidakpastian, mengandung elemen yang baru
    Sistem Informasi
    sistem terbuka yang menghasilkan informasi dengan menggunakan siklus : input, proses dan output

    Fungsi sistem informasi :
    membantu individu/kelompok melaksanakan aktifitas


    Sumber : bima.staff.gunadarma.ac.id



    Jumat, 16 April 2010

    gangguan belajar pada anak

    Gangguan Belajar
    DEFINISI

    Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

    Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

    PENYEBAB

    Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

    Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

    Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

    GEJALA

    Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

    Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

    DIAGNOSA

    Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

    Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

    PENGOBATAN

    Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

    http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html

    gangguan belajar pada anak

    Gangguan Belajar
    DEFINISI

    Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

    Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

    PENYEBAB

    Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

    Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

    Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

    GEJALA

    Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

    Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

    DIAGNOSA

    Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

    Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

    PENGOBATAN

    Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

    http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html

    disgrafia

    Disgrafia, Lebih Banyak Terjadi pada Anak Laki-Laki
    BERITA - gaya-hidup.infogue.com - GANGGUAN baca-tulis atau yang juga dikenal dengan disgrafia mencakup masalah menulis, mengeja dan menyusun kerangka berpikir saat pelajaran mengarang. Hal ini terjadi manakala keterampilan menulis anak jauh di bawah standar umur dan skor IQ-nya.

    Sebuah penelitian di Amerika melaporkan, kasus kesulitan belajar yang terkait ketidakmampuan menulis (disgrafia) lebih banyak ditemui pada anak laki-laki. Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti disleksia yang telah banyak diteliti, penelitian tentang kesulitan menulis masih sangat minim, sehingga angka kasusnya juga tidak jelas.

    Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5700 anak, diketahui bahwa sekitar 7-15 persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk di bangku sekolah. Persentase ini bervariasi, tergantung kriteria yang dipakai untuk mendiagnosis masalah ini.

    Anak laki-laki kecenderungannya 2-3 kali lebih berisiko terdiagnosis ketidakmampuan membaca dibanding anak wanita, apa pun jenis kriteria diagnosis yang dipakai.

    Demikian dituliskan Dr Slavica K Katusic dan koleganya dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, pada laporan yang dimuat dalam jurnal Pediatrics. Hasilnya mengindikasikan bahwa kasus gangguan menulis sama lazimnya dengan kesulitan membaca.

    Jika umumnya anak-anak dengan gangguan menulis juga mengalami kesulitan membaca, maka sekitar seperempatnya hanya mengalami gangguan menulis.

    "Fakta bahwa kasus pada anak pria lebih sering terkena berdasarkan penelitian yang lampau dikarenakan anak wanita secara umum tampil lebih baik dalam tulisan tangan dan ekspresi tertulis," ujar Katusic.

    Penelitian lanjutan diperlukan untuk menggali lebih jauh perbedaan kasus terkait gender tersebut, termasuk kemungkinan pengaruh genetik dan lingkungan.
    http://gaya-hidup.infogue.com/disgrafia_lebih_banyak_terjadi_pada_anak_laki_laki

    kesulitan belajar berbicara

    Mengapa Anak Mengalami Kesulitan Belajar Bicara

    Dalam periode 24 tahun (Tahun 1971 sampai dengan 1995) Dr. James MacDonnald bekerja di Ohio State University, mendalami masalah Keterlambatan Bicara pada Anak. Sebagai seorang ahli Patologi Bahasa dan Wicara, ia melatih para terapis wicara dan orangtua untuk menjadi ‘rekan’ bicara dari anak-anak. Intinya, ia ingin mengajarkan orang dewasa untuk tidak mendominasi pembicaraan dan menjadikan anak sebagai ‘obyek’ dalam suatu pembicaraan. Sejak pensiun di tahun 1995, Jim mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk memimpin “Communicating Partners Center”. Ia telah membuat banyak tulisan mengenai Keterlambatan Bicara, sekaligus juga membuka forum diskusi “Communicating” di internet.

    Di bawah ini adalah salah satu tulisannya yang merupakan analisa / hasil penelitian atas ribuan anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan verbal /bicara-nya. Yang penting untuk diingat dalam membaca tulisan-tulisan Jim adalah bahwa komunikasi berarti kemampuan bicara DAN mendengar yang berlangsung DUA ARAH.

    Mengapa Anak Mengalami Kesulitan dalam Belajar Berbicara

    Ini hanyalah sedikit dari sekian banyak masalah yang kami temui:

    Keterbatasan Dalam Pendengaran

    Seringkali ditemui kondisi medis sementara maupun kerusakan permanen dalam pendengaran anak

    Perkembangan Otot Yang Lambat

    Beberapa anak mengalami kesulitan melakukan gerakan mulut/rahang cepat untuk mengkombinasikan dan mengkoordinasikan apa yang ingin mereka katakan dengan suara & bahasa yang harus mulut mereka hasilkan

    Kelambanan Dalam Mengerti Bahasa Orang Dewasa

    Tidak mudah bagi anak untuk memproses panjang (dan cepat)-nya informasi yang di-’ekspos’ oleh orang dewasa melalui bahasa ‘rumit’ yang mereka pakai

    Sedikitnya Latihan Dalam Berinteraksi Dengan Orang Lain

    Anak kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain guna melatih kemampuan komunikasi mereka

    Peran yang Terlalu Pasif dalam Kehidupan Sosial

    Kebanyakan anak lebih sering ditempatkan dalam posisi “menerima” dan tidak “memberi” dalam hubungannya dengan orang lain.Hal ini mengakibatkan tidak terbiasanya mereka berpartisipasi secara aktif; hal yang dibutuhkan dalam perkembangan bicara mereka

    Cara Komunikasi “Kuno” Sudah Terlalu Nyaman Dipakai

    Beberapa anak, khususnya dalam hubungan di dalam keluarganya, terbiasa dengan nyaman berkomunikasi menggunakan gerakan,bahasa tubuh maupun bunyi-bunyian saja. Hal ini boleh jadi merupakan cara komunikasi yang efektif di dalam rumah, namun tidak dalam lingkup masyaarakat, di mana anak butuh menggunakan bahasa secara verbal sampai ke tingkat kata-kata yang rumit

    Orang Dewasa Tidak Menganggap Anak Mampu

    Banyak orang dewasa tidak melibatkan anak dalam berkomunikasi, karena memiliki pemikiran bahwa anak tersebut belum mampu berpartisipasi aktif ataupun mengerti pembicaraan yang berlangsung.

    Orang Dewasa Bicara Atas Nama Mereka

    Seringkali orang dewasa bicara atas nama anak, sehingga mereka kelihatan tidak berbicara

    Tidak Cukup Waktu Untuk Berbicara

    Sering terjadi bahwa dalam suatu proses komunikasi, orang dewasa tidak menunggu cukup lama guna memberi kesempatan pada anak untuk merespon. Kebanyakan anak bersikap pasif dalam berkomunikasi, sepertinya mereka mengerti bahwa mereka tidak akan diberi kesempatan untuk bicara.

    Terlalu Banyak Rangsangan

    Sekalipun untuk niat dan tujuan yang baik, seringkali anak di’jejali’ dengan terlalu banyak bahasa, sehingga mereka kewalahan. Rasanya seperti anak yang sedang belajar menangkap bola, lalu dilempari beberapa bola sekaligus.

    Terlalu Banyak Bahasa “Sekolah”; Kurang Bahasa Yang “Komunikatif”

    Kebanyakan anak pada awal usianya diajarkan bahasa yang mencakup ‘warna’, ‘angka’, yang sebetulnya tidak terlalu bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari. Anak membutuhkan rangsangan bahasa yang sifatnya praktis; mencakup kosa kata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, karena mereka akan melatih kemampuan berbahasanya melalui kehidupan sehari-hari.

    Terlalu Banyak Bahasa “Pertujukan”; Kurang “Obrolan” Sosial

    Kebanyakan anak menggunakan bahasa untuk menunjukkan kemampuannya meniru sesuatu kepada orang dewasa; apakah itu sajak pendek, syair lagu, mengulang cerita yang didongengkan kepada mereka, dll. Hanya sedikit yang mendapatkan kesempatan untuk ‘ngobrol’ dan bertanya jawab secara santai, sehingga terbangun hubungan ‘pertemanan’ dengan orang yang berkomunikasi dengan mereka.

    Terlalu Banyak Bermain Sendirian

    Tentunya anak belajar banyak melalui permainannya dengan boneka, robot atau mainan lainnya. Namun untuk melatih kemampuan nya berkomunikasi, ia akan membutuhkan juga manusia yang melakukan pembicaraan timbal balik sesuai dengan kemampuan si anak.

    http://viozaax.wordpress.com/2006/05/01/mengapa-anak-mengalami-kesulitan-belajar-bicara/

    DISLEKSIA

    Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. SAAT anak memasuki jenjang sekolah dasar merupakan salah satu momen istimewa bagi anak itu sendiri juga orang tuanya. Sistem belajar yang sudah mulai "serius" membawa kita pada nuansa berbeda saat anak lepas dari taman kanak-ka- nak dan memasuki dunia barunya di sekolah dasar.

    Seiring dengan itu, sebagian orang tua dan guru mendapatkan beberapa masalah terjadi pada anak muridnya, baik itu masalah interaksi sosial maupun kemandirian. Anak ma- sih mengalami periode transisi dari keadaan di taman kanak-kanak yang banyak didampingi, ke sekolah dasar yang lebih mandiri. Masalah kesulitan belajar pun sering dialami anak-anak. Sejauh mana kesulitan belajar pada anak-anak harus kita cermati dan bagaimana intervensinya agar ndak menimbulkan masalah yang lebih besar kelak? Apakah ini yang disebut sebagai dys-lexia atau kesulitan belajar spesifik? Mari kita simak penjabaran di bawah ini.

    Tak sama Istilah "kesulitan belajar" secara umum diterapkan pada keadaan ketika kesulitan belajar yang ditemui disandang oleh individu yang memang mengalami gangguan neurolo-gis/gangguan perkembangan seperti autis, tunagrahita, down syndrome, gangguan dengan berat, gangguan penglihatan berat, cerebral palsy, dan sindrom-sindrom lainnya.

    Kesulitan belajar terjadi pada individu dengan tingkat intelegensi yang memang di bawah rata-rata sehingga sesungguhnya kesulitan tersebut merupakan hal yang "wajar" dan sudah dapat diprediksikan sebelumnya. Anak-anak yang tergolong mengalami kesulitan belajar sebaiknya dicermati dengan saksama dan dicari gangguan perkembangan yang mendasarinya serta perlu dipastikan tingkat kognisi-nya agar kita dapat menentukan kurikulum pendidikan yang pas untuknya.

    Terminologi lain yang sering tertu-kar pengertiannya dengan "kesulitan belajar" adalah "kesulitan belajar spesifik" atau dikenal sebagai dyslexia. Dyslexia berasal dari bahasa Greek yaitu dys berarti kesulitan dan lexis yang berarti bahasa. Dengan demikian, dyslexia bermakna sebagai kesulitan belajar spesifik berupa kesulitan membaca, mengeja, dan menulis yang tidak sebandingdengan tingkat intelegensi anak. Disleksia justru terjadi pada anak yang mempunyai riwayat perkembangan normal dan tingkat kecerdasan yang normal, bahkan di atas rata-rata.

    Disleksia terjadi karena adanya perbedaan cara pengolahan input baha-sa/simbol pada otak penyandang disleksia dibandingkan dengan otak anak yang bukan penyandang disleksia. Hal ini berakibat individu penyandang disleksia melakukan proses pembelajaran yang berbeda dari individu lainnya yang tidak disleksia.

    Penelitian terkini membuktikan bahwa disleksia merupakan suatu keradaan yang diturunkan (bersifat here-diter) dan terdapat faktor gen tertentu yang bertanggungjawab atas terjadinya keadaan ini. Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. Anak juga kerap menunjukkan sikap tidak bisa duduk tenang saat mengikuti pelajaran, duduk selonjoran atau bertumpu pada tangan, grasa-grusu sehingga menjatuhkan pensil atau buku yang ada di mejanya.

    Disleksia tidak diakibatkan karena suatu kebodohan dan tidak disebabkan oleh latar belakang sosial ekonomi keluarga yang buruk atau oleh paparan membaca yang kurang ataupun karena anak kurang motivasi belajar. Penyandang disleksia juga biasanya mempunyai talenta khusus yang istimewa di bidang-bidang tertentu. Individu de-
    wasa penyandang disleksia yang dikenal luas berprestasi gemilang di antaranya adalah Leonardo da Vinci, Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan mantan PM Singapura Mr. Lee Kwan Yew.

    Remediasi

    Penyandang disleksia membutuhkan remediasi intensif pada aspek baca tulis hitung yang menjadi area "kelemahannya" dengan teknik multisensoris. Artinya, dalam proses belajar dibantu dengan dukungan visual (gambar), au-ditori (suara, lagu), dan kinestetik (gerakan, tekstur). Selain itu, sekolah dapat melakukan berbagai akomodasi seperti memberikan kertas kerja yang ukuran hurufhya lebih.besar dan jarak antarbarisnya lebih jarang. Anak-anak ini juga mungkin perlu didampingi saat menerima instruksi verbal karena sering salah menyimak sehingga salah mengerjakan instruksi. Pada beberapa keadaan, guru dapat mengubah tes tulis menjadi tes lisan atau menambah waktu yang dibutuhkan pada ujian tulis yang diberikan.

    Penelitian terkini membuktikan, penyandang disleksia dapat "mengatasi" kesulitan belajarnya dengan lebih baik jika kesulitan belajar ini dikenali dan diintervensi lebih dini. Artinya, para guru dan orang tua serta profesional terkait (dokter anak, psikolog, ortho-pedagog, dll.) membutuhkan keterampilan tambahan untuk dapat mengenali disleksia secara dini dan melakukan intervensi yang komprehensif bagi mereka, bahkan di usia sebelum memasuki sekolah dasar. (Dr. Kristiantini Dewi, SpA., Indigrow, Asosiasi Disleksia Indonesia)
    http://bataviase.co.id/node/155495

    terapi musik untuk kesulitan belajar

    Terapi musik adalah salah satu dari program rehabilitasi untuk pengembangan keterampilan yang dilaksanakan terhadap seseorang (anak). Bisa saja si anak sudah menguasai atau belum sama sekali. Program-program yang dimaksud adalah snoezellen. Dalam prosesnya, seorang anak akan dibantu oleh seorang (atau lebih) profesional agar mencapai hasil seperti yang diharapkan.


    Snoezellen berasal dari kata snuffelen (to sniff/aktif/eksplorasi). Karena itu, bisa diartikan sebagai suatu aktivitas yang mempengaruhi CNS, central nervous system, melalui media stimulasi pada area visual, auditori, tacticle (sentuhan), taste (rasa/pengecapan), dan pemahaman sikap tubuh pada sistem vestibular (keseimbangan) dan proprioception (gerakan persendian) untuk relaksasi atau aktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup.

    Anak saya sulit berkonsentrasi!, kata seorang ibu di ruang tunggu sebuah treatment centre di bilangan Kebayoran Baru.

    Setelah dilakukan observasi dan assesment secara terpadu oleh sekelompok profesional (dokter anak, psikolog, psikiater anak dan terapis) ternyata, anaknya disarankan melaksanakan beberapa macam terapi. Salah satunya terapi musik!

    Apalagi kalau sedang marah, diganggu kakaknya misalnya, masih cerita ibu tadi, suasana hatinya sepanjang hari akan kacau berkepanjangan, uring-uringan, tak bisa mengontrol emosinya. Bahkan tak jarang menampakkan dampak yang buruk. Ia bisa kencing di celana tanpa sadar. Karena itu, anak semakin rendah diri.

    Sebenarnya, terapi musik khususnya snoezellen tidak hanya sebatas pada stimulasi. Namun juga pada aktivitas ataupun permainan yang mengarah pada kesenangan.
    Manfaat yang bisa diperoleh antara lain adalah:

    • Memberi kesempatan untuk relaksasi, berekspresi dan eksplorasi
    • Memperkenalkan stimulasi dasar pada anak yang mengalami gangguan perkembangan
    • Berlatih dan belajar tentang kewaspadaan/kesadaran pada kenyataan dunia dengan cara melatih perhatiannya.
    • Membangun rasa saling percaya antara anak, guru, terapisnya yang pada gilirannya nanti bisa memperluas dan mampu bersosialisasi dengan baik tanpa harus rendah diri.

    Daya kekuatan musik barangkali lebih dramatis dari apa yang ditunjukkan oleh penelitian Dr. Alfred Tomatis, MD peletak dasar teori terapi musik gebrakan besar dalam daya kreatif dan penyembuhan oleh suara dan musik pada umumnya dan efek Mozart pada khususnya!î

    Sebagai orang pertama yang memahami fisiologi yang membedakan antara ëmendengarkaní (listening) dan ëmendengarkaní (hearing), Alfred Tomatis menciptakan model tentang pertumbuhan telingan dan perkembangannya dengan meninjau cara kerja sistem vestibular atau kemampuan untuk memberikan keseimbangan dan mengatur gerakan otot-otot internal.
    Karena itu, musik diyakini mampu menghibur jiwa, membangkitkan semangat serta menjernihkan pikiran dan mampu mengusir kesedihan.

    Musik Mozart niscaya mempengaruhi yang mendengarkan bahkan sangat mungkin bisa memperbaiki persepsi spasial dan mampu memperjelas bentuk komunikasi yang dikehendaki oleh hati maupun pikiran. Irama, melodi dan frekuensi (tingggi) Mozart mampu merangsang dan menjangkau wilayah-wilayah kreatif dan memotivasi otak. Begitu murni dan sederhana. Transparansi, lekuk-lekuk dan irama di dalam ruangan terbuka dalam mengubah dan menjelajah jiwa (soul). Kekuatan musik Mozart sangat beragam, tergantung gubahannya, pemusiknya, pendengarnya, sikap tubuh saat mendengarkan dan banyak faktor lagi.

    Bisa dimaklumi, konon saat Mozart masih dalam kandungan, setiap hari ia ëwajibí mendengar musik terutama permainan biola ayahnya. Mungkin, tanpa disadari semua itu meningkatkan perkembangan neurologisnya serta membangkitkan irama-irama kosmik dalam rahim ibunya.

    Selain darah musik yang kental di tubuh Mozart ñ ayahnya seorang pemimpin orkes, ibunya anak seorang musisi - adalah suasana musikal semenjak kecil di lingkungannya membuat Mozart ëmatangí di dunia musik.

    Usia 12, tanpa kenal lelah Mozart bekerja dalam dunianya, dunia musik. Tak kurang 17 opera, 41 simfoni, 27 konserto untuk piano dan musik-musik untuk organ, klarinet dan alat musik lain diselesaikan dengan sangat bagus. Sampai akhir hayatnya, Mozart telah melahirkan tak kuran 626 gubahan besar. Karya-karyanya selalu diwarnai nuansa damai, tak pernah ada gejolak.

    Orang seringkali mendengarkan musik hanya sambil lalu, tanpa menyadari pengaruhnya. Padahal musik sangat (bisa) merangsang dan menghanyutkan jiwa atau biasa-biasa saja atau bahkan terlalu invasive. Yang jelas, musik sangat bisa mempengaruhi fisik maupun mental. Untuk bisa mengatakan bahwa musik mampu ëberperaní bagi kehidupan manusia kita harus meninjau lebih dalam apa sesungguhnya yang bisa kita peroleh dari musik.

    Sungguh terapi musik bisa diandalkan demi tujuan-tujuan tersebut di atas.
    Berikut manfaat dari program terapi musik:

    • Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
    • Mampu memperlambat dan menyeimbangkan gelombang dalam otak
    • Mempengaruhi pernafasan
    • Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia
    • Bisa mengurangi ketegangan otot dan pemperbaiki gerak dan koordinasi tubuh
    • Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia
    • Bisa meningkatkan endorfin
    • Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stress)
    • Mengubah persepsi tentang ruang dan waktu
    • Bisa memperkuat memori dan kemampuan akademik
    • Bisa merangsang pencernaan
    • Bisa meningkatkan daya tahan tubuh manusia
    • Bisa meningkatkan penerimaan secara tak sadar terhadap simbolisme
    • Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera
    • Bisa mengurangi rasa sakit
    • Barangkali masih banyak yang bisa dilakukan oleh musik sebagai terapi
    http://www.kesulitanbelajar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=2

    mengatasi kesulitan belajar pada anak

    Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak PDF Print E-mail
    Written by Helex Wirawan
    Monday, 23 February 2009 04:01

    Pendahuluan

    Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.

    Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.

    Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.

    Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.

    Definisi Kesulitan Belajar


    Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

    Jenis Kesulitan Belajar


    Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :


    Dilihat dari jenis kesulitan belajar :
    ada yang berat
    ada yang sedang


    Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :
    ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan
    ada yang keseluruhan bidang studi.


    Dilihat dari sifat kesulitannya :
    ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
    ada yang sifatnya hanya sementara


    Dilihat dari segi factor penyebabnya :
    ada yang Karena factor intelligensi, dan
    ada yang karena factor bukan intelligensi

    Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


    Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
    Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

    A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
    1). Faktor fisiologi
    Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

    2). Faktor psikologis
    Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

    B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

    1). Faktor-faktor sosial
    Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

    2). Faktor-faktor non- sosial
    Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

    Mengatasi Kesulitan Belajar


    Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.

    Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :

    Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
    Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
    Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
    Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
    Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
    Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
    Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
    Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
    Mengabaikan tanda baca.

    Kiat Mengatasi Problem Dysleksia


    Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

    Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

    Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

    Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.


    Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

    Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.


    Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.


    Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.


    Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.


    Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.


    Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.


    Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.


    Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

    Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)


    Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

    Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

    Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

    Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia


    Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

    Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.

    Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).

    Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

    Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
    Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
    Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
    Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

    Melakukan tes secara lisan
    Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
    Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
    Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
    Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

    Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)


    Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :

    membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.


    kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.


    kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.


    ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.


    kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.
    Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

    Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.

    Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.

    Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia


    Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
    Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

    Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

    Penutup


    Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
    Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.

    http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45